HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Senin, 19 November 2012

Konsep Persepsi


2.2.1              Konsep Persepsi
2.2.1.1 Pengertian Persepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline versi 1.3, freeware@2010-2011 by Ebta setiawan, dijelaskan bahwa per·sep·si /persépsi/ n 1 tanggapan (penerimaan) langsung dr sesuatu; serapan: perlu diteliti -- masyarakat thd alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak; 2 proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya;
Persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu kata perception, yang diambil dari bahasa latin perceptio, yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt (dalam Desmita, 2011: 117), ”Perception dalam pengertian sempit adalah penglihatan, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu”.
Para ahli dengan pandangan masing-masing mendefinisikan persepsi secara berbeda-beda. Berikut adalah definisi persepsi menurut beberapa ahli yang dikutip dari Desmita (2011: 117), 1) Chaplin mengartikan persepsi sebagai ”Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif melalui indera, 2) Morgan mengartikan persepsi sebagai ”The process of discriminating among stimuli and of interpreting their meaning, 3) Matlin mendefinisikan, “Perception is a process that uses our previous knowledge to gather and interpret the stimuli that our sense register, 4) Matsumoto mendefinisikan, “Perception is the process of gathering information about the world trough our senses”.
Sedangkan menurut  Slameto ( 2010 :102 ) Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.  Sedangkan Miftah Toha (2009:141) juga menerangkan bahwa Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.  Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
  Alex Sobur  (2010 : 445) menjelaskan, persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavit, 1978), Persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita ( De Vito, 1997 : 75). Persepsi adalah pemaknaan hasil pengamatan ( Yusuf, 1991 : 108 )
Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat mengalami persepsi (proses psikologis).
Menurut Fleming dan Levie (dalam Muhaimin, 2008: 142), persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Semua proses belajar selalu dimulai dengan persepsi, yaitu setelah peserta didik menerima stimulus atau suatu pola stimuli dari lingkungannya.
Desmita (2011:119) menerangkan bahwa dalam psikologi kontemporer persepsi secara umum diperlakukan sebagai variable campur tangan (intervening variable), yang dipengaruhi oleh factor-faktor stimulus dan factor-faktor yang ada pada subjek yang menghadapi stimulus tersebut. Oleh sebab itu, persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas belum tentu sesuai dengan benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga, pribadi-pribadi yang berbeda akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda pula.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa pada dasarnya persepsi merupakan suatu pengamatan individu atau proses pemberian makna sebagai hasil  pengamatan tentang suatu  objek,  peristiwa, dan sebagainya melalui panca inderanya,  yang  diperoleh  dengan  menyimpulkan  informasi  dan penafsiran pesan sehingga seseorang dapat memberikan tanggapan mengenai baik buruknya atau positif negatifnya hal tersebut.
Organisme atau individu dalam mengadakan persepsi timbul suatu masalah apa yang dipersepsi terlebih dahulu, apakah bagian merupakan hal yang dipersepsi lebih dulu, baru kemudian keseluruhannya, ataukah keseluruhan dipersepsi lebih dulu baru kemudian bagian-bagiannya. Dalam hal ini ada dua teori yang berbeda satu dengan yang lain, atau bahkan dapat dikatakan berlawanan dalam hal persepsi ini, yaitu 1) teori elemen, dan 2) teori Gestalt. Menurut teori elemen, dalam individu mempersepsi sesuatu maka yang dipersepsi mula-mula adalah bagian-bagiannya, baru kemudian keseluruhan atau Gestalt merupakan hal yang sekunder. Jadi kalau seseorang mempersepsi sesuatu maka yang dipersepsi terlebih dahulu adalah bagian-bagiannya, baru kemudian keseluruhannya. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa dalam seseorang mempersepsi sesuatu bagian-bagiannya merupakan hal yang primer, sedangkan keseluruhannya merupakan hal yang sekunder. Sebaliknya menurut teori Gestalt dalam seseorang mempersepsi sesuatu yang primer adalah keseluruhannya atau Gestaltnya, sedangkan bagian-bagiannya adalah sekunder. Jadi kalau seseorang mempersepsi sesuatu maka yang dipersepsi terlebih dahulu adalah keseluruhannya atau gestaltnya, baru kemudian bagian-bagiannya.
  
2.2.1.2 Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Sobur (2010:447) pada fase interpretasi ini terjadi proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi.juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
Bimo Walgito ( 2010 : 101 ) menjelaskan bahwa ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar individu dapat mengadakan persepsi, yaitu : 1) Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan  yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus dating dari luar individu. 2) Adanya indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf,  yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.. 3) Adanya perhatian, merupakan langkah pertama sebagai persiapan dalam mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada beberapa faktor yang berperan, yang merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu 1) objek atau stimulus yang dipersepsi, 2) alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf, yang merupakan syarat  fisiologis, 3) perhatian, yang merupakan syarat psikologis
Dengan demikian dapat dijelaskan terjadinya proses persepsi sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Persepsi ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis.
David Krech dan Richard S.Crutchfield (1977) (dalam  Jalaluddin, 2012: 50-57) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu  “ 1). Faktor-Faktor Fungsional. Faktor-faktor fungsional ini juga disebut sebagai faktor personal atau perseptor, karena merupakan pengaruh-pengaruh di dalam individu yang mengadakan persepsi seperti kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lainnya. Berarti persepsi bersifat selektif secara fungsional sehingga obyek-obyek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi biasanya obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Termasuk dalam faktor fungsional ini adalah pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang sosial budaya. Jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus tetapi karakteristik orang menentukan respon atau stimulus,  2). Faktor-Faktor Struktural. Faktor struktural merupakan pengaruh yang berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Prinsip yang bersifat struktural yaitu apabila kita mempersepsikan sesuatu, maka kita akan mempersepsikan sebagian suatu keseluruhan. Jika kita ingin memahami sutau peristiwa, kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah, tetapi harus mendorongnya dalam hubungan keseluruhan. Sebagai contoh dalam memahami seseorang kita harus melihat masalah-masalah yang dihadapinya, konteksnya maupun lingkungan sosial budayanya. Dalam mengorganisasi sesuatu, kita harus melihat konteksnya. Walaupun stimulus yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsi. Oleh karena manusia selalu memandang stimulus dalam konteksnya, maka manusia akan mencari struktur pada rangkaian stimulus yang diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan, sehingga dari prinsip ini berarti obyek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama”.
Demikian juga ada beberapa karakteristik yang mempengaruhi suatu persepsi seseorang yaitu (1) faktor ciri khas dari obyek stimulus (2) faktor-faktor pribadi (3) faktor pengaruh kelompok dan (4) faktor perbedaan latar belakang. Faktor dari obyek stimulus terdiri dari (1) nilai dari stimulus (2) arti emosional orang yang bersangkutan (3) familiaritas dan (4) intensitas yang berhubungan dengan derajad kesadaran seseorang mengenai stimulus tersebut. Termasuk di dalam faktor pribadi yaitu ciri khas individu seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan sebagainya. Respon orang lain dapat memberi kearah suatu tingkah laku konform. Studi Flamen (1961) menemukan bahwa adanya kohesi dalam kelompok yang berpengaruh dapat menyebabkan perubahan persepsi pada anggota. Perbedaan latar belakang seseorang juga sangat berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap suatu stimulus.
Di samping faktor-faktor teknis seperti kejelasan stimulus [mis. suara yang jernih, gambar yang jelas], kekayaan sumber stimulus [mis. media multi-channel seperti audio-visual], persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor psikologis ini bahkan terkadang lebih menentukan bagaimana informasi / pesan / stimulus dipersepsikan.
Faktor yang sangat dominan adalah faktor ekspektansi dari si penerima informasi sendiri. Ekspektansi ini memberikan kerangka berpikir atau perceptual set atau mental set tertentu yang menyiapkan seseorang untuk mempersepsi dengan cara tertentu. Mental set ini dipengaruhi oleh beberapa hal set ini.
Ketersediaan informasi sebelumnya; ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan sebelum materi tertentu. Seseorang yang datang di tengah-tengah diskusi, mungkin akan menangkap hal yang tidak tepat, lebih karena ia tidak memiliki informasi yang sama dengan peserta diskusi lainnya. Informasi juga dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.
Kebutuhan; seseorang akan cenderung mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhannya saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang baru saja makan.
Pengalaman masa lalu; sebagai hasil dari proses belajar, pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Pengalaman yang menyakitkan ditipu oleh mantan pacar, akan mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan orang lain yang mendekatinya dengan kecurigaan tertentu. Contoh lain yang lebih ekstrim, ada orang yang tidak bisa melihat warna merah [dia melihatnya sebagai warna gelap, entah hitam atau abu-abu tua] karena pernah menyaksikan pembunuhan. Di sisi lain, ketika seseorang memiliki pengalaman yang baik dengan bos, dia akan cenderung mempersepsikan bosnya itu sebagai orang baik, walaupun semua anak buahnya yang lain tidak senang dengan si bos.
Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi secara berturut-turut adalah emosi, impresi  dan konteks.
Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya [menjadi figure] adalah emosinya tersebut. Seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai  penghinaan.
Impresi; stimulus yang salient / menonjol, akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.
Konteks; walaupun faktor ini disebutkan terakhir, tapi tidak berarti kurang penting, malah mungkin yang paling penting. Konteks bisa secara sosial, budaya atau lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda.

2.2.1.3  Prinsip Dasar Persepsi
Bagi seorang guru, mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip yang bersangkut paut dengan persepsi sangat penting, karena :
·         Makin baik suatu obyek, orang, peristiwa atau hubungan diketahui, makin baik obyek, orang, peristiwa atau hubungan tersebut dapat diingat. Atau  dengan penjelasan lain, makin baik persepsi mengenai sesuatu, makin mudah peserta didik belajar mengingat sesuatu tersebut (Muhaimin, 2008:142).
·         Dalam pembelajaran, menghindari salah persepsi merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang guru, sebab salah persepsi akan memberikan pengertian yang salah, yang akan menjadikan siswa belajar sesuatu yang keliru atau yang tidak relevan.
·         Jika dalam mengajarkan sesuatu guru perlu mengganti benda yang sebenarnya dengan gambar atau potret dari benda tersebut, maka guru harus mengetahui bagaimana gambar atau potret tersebut harus dibuat agar tidak terjadi persepsi yang keliru. Dengan penjelasan lain dalam pembelajaran perlu diupayakan berbagai sumber belajar yang dapat mendekati benda sesungguhnya sehingga peserta didik memperoleh persepsi yang lebih akurat [(Fleming dan Levie,1981) dalam Muhaimin, 2008:143]
Dalam Slameto (2010 : 103-105) dijelaskan, bahwa ada beberapa prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui oleh seorang guru agar ia dapat mengetahui siswanya secara lebih baik dan dengan demikian menjadi komunikator yang efektif ;
1.    Persepsi itu Relatif Bukannya Absolut
Artinya seseorang tidak akan mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya. Seseorang tidak dapat menyebutkan secara persis berat suatu benda yang dilihatnya atau kecepatan mobil yang sedang lewat, tetapi ia dapat secara relative menerka berat berbagai benda atau kecepatan mobil-mobil.
Berdasarkan kenyataan bahwa persepsi itu relative, seorang guru dapat meramalkan dengan lebih baik persepsi dari siswanya untuk pelajaran berikutnya karena guru tersebut telah mengetahui lebih dahulu persepsi yang telah dimiliki oleh siswa dari pelajaran sebelumnya.


2.    Persepsi itu Selektif
Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang pada suatu saat menarik perhatiannya dan ke arah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan. Ini berarti bahwa ada keterbatasan dalam kemampuan seseorang dalam menerima rangsangan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam memberikan pelajaran seorang guru harus dapat memilih bagian pelajaran yang perlu diberi tekanan agar dapat perhatian dari siswa dan sementara itu harus dapat menentukan bagian pelajaran yang tidak penting sehingga dapat dihilangkan, dan agar perhatian siswa tidak terpikat pada bagian yang penting ini. Seorang guru juga harus dapat menjaga keadaan lingkungan tempat ia mengajar agar pesan yang datang dari lingkungan tersebut, seperti suara lalu lintas di luar kelas atau suara orang berbicara, tidak menyaingi pesan, yaitu pelajaran yang sedang ia sampaikan. Selanjutnya seorang guru juga harus menjaga agar dalam satu kali penyajian atau pelajaran, ia tidak terlalu banyak menyampaikan hal-hal baru sehingga melebihi batas kemampuan persepsi siswa.
3.    Persepsi itu Mempunyai Tatanan
Orang yang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan melengkapi sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.
Bagi seorang guru, prinsip ini menunjukkan bahwa pelajaran yang disampaikan harus tersusun dalam tatanan yang baik. Jika butir-butir pelajaran tersebut dalam hubungan atau kelompok yang dapat dimengerti oleh siswa tersebut dan yang mengkin berbeda dengan yang dikehendaki oleh guru. Hasilnya adalah salah interpretasi atau salah pengertian.
4.    Persepsi Dipengaruhi oleh Harapan dan Kesiapan (Penerima Rangsangan)
Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterpretasi.
Dalam pelajaran , guru dapat menyiapkan siswanya untuk pelajaran-pelajaran selanjutnya dengan cara menunjukkan pada pelajaran pertama urutan-urutan kegiatan yang harus dilakukan dalam pelajaran tersebut. Jika pada hari pertama guru mengajak berdoa sebelum pelajaran dimulai, maka dapat dipastikan bahwa pada hari-hari berikutnya siswa akan menanti guru untuk memulai dengan doa sebelum pelajaran dimulai.
5.    Persepsi Seseorang atau Kelompok Dapat Jauh Berbeda dengan Persepsi Orang atau Kelompok Lain Sekalipun Situasinya Sama.
Perbedaan persepsi ini dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individual, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Bagi seorang guru ini berarti bahwa agar dapat diperoleh persepsi yang kurang lebih sama dengan persepsi yang dimiliki oleh kelas lain yang telah diberikan materi pelajaran serupa, guru harus menggunakan metode yang berbeda. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun metode yang akan mampu memberikan hasil yang sama pada kelas atau bahkan orang yang berbeda atau pada waktu yang berbeda.

2.2.1.4  Bentuk-Bentuk Persepsi
Persepsi secara umum merupakan suatu tanggapan berdasarkan suatu evaluasi yang ditujukan terhadap suatu obyek dan dinyatakan secara verbal, sedangkan bentuk-bentuk persepsi merupakan pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap suatu obyek yang terjadi, kapan saja, dimana saja, jika stimulus mempengaruhinya. Persepsi yang meliputi proses kognitif mencakup proses penafsiran obyek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam menerima suatu stimulus kemampuan manusia sangatlah terbatas, sehingga manusia tidak mampu memproses seluruh stimulus yang ditangkapnya. Artinya meskipun sering disadari, stimulus yang akan dipersepsi selalu dipilih suatu stimulus yang mempunyai relevansi dan bermakna baginya. Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.
1) Persepsi Positif
Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana subyek yang mempersepsikan cenderung menerima obyek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya
2). Persepsi Negatif
Yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menunjuk pada keadaan dimana subyek yang mempersepsi cenderung menolak obyek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya. 

2.2.1.5  Jenis-Jenis Persepsi
Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.
Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum.
Persepsi auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
Persepsi perabaan
Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.
Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.

Pengertian Guru

Pengertian Guru 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline versi 1.3, freeware@2010-2011 by Ebta setiawan, dijelaskan bahwa gu•ru (n) adalah orang yg pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar .
Sudarwan Danim (2010:17) menerangkan bahwa guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Selanjutnya Sudarwan Danim (2010:17) menjelaskan bahwa secara definisi sebutan guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam UU No. 20 Tahun 2003, kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesungguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata Pendidik (Bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata educator (Bahasa Inggris). Di dalam kamus Webster kata educator berarti educationist atau educationalist yang padanannya dalam bahasa Indonesia adalah pendidik, spesialis di bidang pendidikan, atau ahli pendidikan. Kata guru (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher (bahasa inggris). Di dalam kamus Webster, kata teacher bermakna sebagai “ The Person who teach, especially in school”, yaitu guru adalah seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah. 
Pengertian-pengertian seperti itu masih bersifat umum, dan oleh karenanya dapat mengundang bermacam-macam interpretasi dan bahkan juga konotasi. Pertama, kata seseorang ( a person ) bisa mengacu pada siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia (seseorang) yang sehari-harinya mengajar di sekolah yang disebut guru, melainkan juga “dia-dia” lainnya yang berposisi sebagai Kiai di pesantren, pendeta di gereja, instruktur dibalai pendidikan dan pelatihan, dan bahkan juga sebagai pesilat di padepokan. Sebagaimana Syaiful Bahri Djamarah (2010:31) menerangkan, bahwa dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, di surau/mushalla, di rumah, dan sebagainya. Kedua, kata mengajar dapat pula ditafsirkan bermacam-macam, misalnya : 1) Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain ( bersifat kognitif ), 2) Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain ( bersifat psikomotor) , 3) Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).
UNESCO (dalam Mulyasa, 2012:184) menerangkan bahwa guru adalah agen perubahan yang mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya mencerdaskan peserta didik, tetapi mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berahlak, dan berkarakter. Salah satu tugas guru adalah menterjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik..
Dimyati dan Mujiono (2010:248) menjelaskan bahwa: “guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah”. 
James M. Cooper,1990 (dalam Wina Sanjaya, 2010:15) mengemukakan “ A teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and to behave in new different ways “. Selanjutnya Wina Sanjaya (2010:15) mengemukakan bahwa: guru adalah pekerjaan professional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Lebih jelas lagi Moh. Uzer Usman (2011:5) mengemukakan bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. 
Oemar Hamalik ( 2010 : 196 ) mengemukakan bahwa guru adalah orang dewasa yang paling berarti bagi siswanya. Hubungan siswa dengan guru merupakan lingkungan manusiawi yang penting. Gurulah yang menolong siswa untuk mempergunakan kemampuannya secara efektif, untuk belajar mengenal diri sendiri. Keberhasilan guru melaksanakan peran mengajar siswa bergantung pada kemampuannya untuk menciptakan suasana belajar yang baik di kelas. Senada dengan pendapat ini, Sardiman (2011:125) menerangkan, guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. 
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 mengartikan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengartikan, bahwa: Guru adalah pendidik dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 
Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebutan guru mencakup : (1) guru itu sendiri, baik guru kelas , guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan konseling atau guru bimbingan karir ; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas. Sebagai perbandingan, menurut Danim (2010 : 18) di Filipina, seperti tertuang dalam Republic Act 7784, kata guru (teachers) dalam makna luas adalah semua tenaga kependidikan yang menyelenggarakan tugas-tugas pembelajaran di kelas untuk beberapa mata pelajaran, termasuk praktik atau seni vocasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (elementary an secondary level). Istilah guru juga mencakup individu-individu yang melakukan tugas bimbingan dan konseling, supervisi pembelajaran di institusi pendidikan atau sekolah-sekolah negeri dan swasta, teknisi sekolah, administrasi sekolah, dan tenaga layanan bantu sekolah (supporting staf) untuk urusan-urusan administratif. Guru juga bermakna lulusan pendidikan yang telah lulus ujian Negara (government examination) untuk menjadi guru, meskipun belum secara actual bekerja sebagai guru. 
Dari definisi guru yang dikemukakan oleh beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru adalah pendidik yang dituntut untuk memiliki kompetensi-kompetensi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik dalam membantu muridnya untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Jumat, 09 November 2012


Bahaya Firqah Liberal

(Oleh: Abu Hamzah Agus Hasan Bashari)
 
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allâh Ta'âla kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Ta'âla :
Qs Al-Fath/48: 28
Dialah yang mengutus Rasul-Nya
dengan membawa petunjuk dan agama yang haq
agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allâh sebagai saksi.
(QS Al-Fath/48: 28)
 
QS Al Anbiyaa'/21: 107
Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
(QS Al Anbiyaa'/ 21:107)
 
QS Ali 'Imran/3:19
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam.
(QS Ali 'Imran/3:19)
 
Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ia termasuk Al-Jama'ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ia termasuk firqah-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul "Pemikiran Politik Barat" Ahmad Suhelani, MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini.
Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio-Kultural dan Politik Masyarakat. (Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no. 15 Thn IX/81)
Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang "pas" dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya.
Islam dipakai untuk nama kelompok mereka sebagai pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haqq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan Allâh Ta'âla dan yang disampaikan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Sejatinya yang mereka suarakan adalah bid'ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam.
 
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani (Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal) tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada al-Qur'an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal melalui Syah Waliyullâh (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi'ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa'ah Rafi' at-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. (Charless Kurzman: xx-xxiii)
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ia membuka suatu college (sekolah) yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme. (William Montgomery Waft: 132)
Di Mesir muncullâh M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu'tazilah. Dia berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865- 1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullâh (1926-1997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur'an hanyalah sistem demokrasi, tidak yang lain.(Charless: xxi,l8)
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-Quran model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. (Mu'adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur'an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143)
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur'an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur'an adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan. (Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143)
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid. (Adian Husaini dalam makalah Islam Liberal dan Misinya menukil dari Greg Barton, Sabili no. 15: 88).
Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: "Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama" (Nurcholis Madjid: 239)
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain.
Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis la'natullâh 'alaih. (Ali Ibn Abi aI-'Izz: 395) Karena itu JIL bisa diplesetkan dengan "Jalan Iblis Laknat".
Sedangkan paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto ‘Render Unto The Caesar what The Caesar's and to the God what the God's’ (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). (Muhammad Imarah: 45) Karena itu ada yang mengatakan: "Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat".
Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada Ibn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir'aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa 'alaihissalam. (Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230)
 
MISI FIRQAH LIBERAL
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya: menghancurkan) gerakan Islam fundamentalis (www.islamlib.com). Mereka menulis: ".......sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok- -kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif), plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis."
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima ciri-ciri, yaitu :
  1. Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
  2. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
  3. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
  4. Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara
  5. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon (Muhammad Imarah : 75)

AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL

Dalam tulisan berjudul "Empat Agenda Islam Yang Membebaskan", Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal:
  • Pertama, agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja.
  • Kedua, mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
  • Ketiga, emansipasi wanita.
  • Keempat kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat agenda mereka adalah: 1) pentingnya konstekstualisasi ijtihad, 2) komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, 3) penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, dan 4) permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI)

BAHAYA FIRQAH LIBERAL

1.
Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allâh Ta'âla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan Thaghut lainnya.
2.
Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allâh Ta'âla berfirman:
Qs Al Hujurât/49: 11
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
(QS Al Hujurât/49: 11)
3.
Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur'an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan "jalan baru" dalam menafsiri al-Qur'an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal.
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri li al-Qur'an menafsirkan ayat (فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا) dengan "maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya." (Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423)
Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
Hadits
"Yang saya khawatirkan atas umatku adalah orang munafik yang pandai bicara.
Dia membantah dengan Al-Qur'an"

Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kebinasaan umatku disebabkan oleh Al Kitab dan susu".
Mereka bertanya, “Apakah Al Kitab dan susu itu?”
Beliau menjawab, “Mereka mempelajari Al Qur’an lalu mentakwilkannya
kepada sesuatu yang tidak Allâh inginkan dan mereka suka pada susu,
lalu mereka meninggalkan shalat berjama’ah dan meninggalkan shalat Jum’at.
Mereka melakukan (semua itu) dengan terang-terangan".

Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur'an padahal merekalah yang mencampakkan Al- Qur'an. Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. Ibnu Mas'ud berkata:
"Kalian akan mendapatkan satu kaum yang mengira,
bahwa mereka mengajak kalian kepada Kitab Allâh,
padahal mereka telah mencampakkannya di punggung mereka.
Maka berpeganglah dengan ilmu.
Jauhilah perbuatan yang mengada-ada (bid’ah),
jauhilah memaksa-maksa dan ikutilah yang sudah ada (salaf)".
(Lihat Ahmad Ibnu Umar al-Mahmashani: 388-389)
4.
Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak orang Barat.
5.
Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orangorang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam Liberal. Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allâh:
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali"
(QS. An-Nisaa' : 115)
6.
Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka mengaku sebagai "pembaharu" bahkan "super pembaharu" yaitu neo modernis. Allâh berfirman (yang artinya):
Dan bila dikatakan kepada mereka,
"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,"
mereka menjawab,
"Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak sadar.
Apabila dikatakan kepada mereka,
"Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,"
mereka menjawab,
"Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman."
Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh,
tetapi mereka tidak tahu.
(QS. Al- Baqarah 11-13)
7.
Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
8.
Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid'ah dan setiap bid'ah pasti memecah belah.
9.
Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup.
10.
Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga gagasannya terkesan "asbun" dan asal "comot" Lihat saja buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi Revivalis) itupun dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir
maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam.
(HR. Bukhari dan Muslim)
(Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya)
Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allâh Ta'âla berfirman (yang artinya):
"Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain.
Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan
apa yang telah diperintahkan Allâh itu,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi
dan kerusakan yang besar".
(QS Al-Anfâl/8: 73)
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu "sederhana", tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. (lihat Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65).

MARAJI'
  • Arifin, Syamsul, Menakar Otentisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002.
  • Al-Hanafi, Ali Ibn Abi al-Izz, Tahzdib Syarh at-Thahawiyah, Dar al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995.
  • Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami' Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi; Tahqiq Hasan Ismail, Dar al-Khair, Beirut cet. I 1994.
  • Al-'Uwaisyah, Hasan, Hashaid al-A Isum, Dar al- Hijrah.
  • Husaini, Adian, Islam Liberal dan Misinya, makalah diskusi di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002.
  • Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 1998.
  • Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka al-Kautsar cet II , 2002.
  • Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001.
  • Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan, Mizan, Bandung cet. III/ 1996.
  • Mu'adz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) al-Qur'an, Jurnal SALAM UMM Malang vol.3. No. 1/2000.
  • Ridwan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX 25 Januari 2002.
  • Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Teriemahan Taufik Adnan, Mizan, Bandung 1987.
  • Syaqfah, M. Fahd, AI-Tashawwuf Baina al-Haqqi wa al-Khalq, Dar al-Salafiyah cet. III 1983.
  • Watt, William M, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet. I 1997.
  • Zunaidi, Abd Rabman, Al-.Salafiyah wa Qadhaya al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet. I 1998.

(Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI)

Bahaya Firqah Liberal 
 (Oleh: Abu Hamzah Agus Hasan Bashari) 
 Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allâh Ta'âla kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Ta'âla : Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allâh sebagai saksi. (QS Al-Fath/48: 28) Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS Al Anbiyaa'/ 21:107) Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam. (QS Ali 'Imran/3:19) Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ia termasuk Al-Jama'ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ia termasuk firqah-firqah yang halikah (kelompok yang binasa). Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul "Pemikiran Politik Barat" Ahmad Suhelani, MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio-Kultural dan Politik Masyarakat. (Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no. 15 Thn IX/81) Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang "pas" dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam dipakai untuk nama kelompok mereka sebagai pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haqq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan Allâh Ta'âla dan yang disampaikan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Sejatinya yang mereka suarakan adalah bid'ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. 

 SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL 
 Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani (Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal) tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada al-Qur'an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal melalui Syah Waliyullâh (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi'ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar. Ide ini terus bergulir. Rifa'ah Rafi' at-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. (Charless Kurzman: xx-xxiii) Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ia membuka suatu college (sekolah) yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme. (William Montgomery Waft: 132) Di Mesir muncullâh M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu'tazilah. Dia berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865- 1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullâh (1926-1997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur'an hanyalah sistem demokrasi, tidak yang lain.(Charless: xxi,l8) Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-Quran model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. (Mu'adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur'an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143) Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur'an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur'an adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan. (Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143) Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid. (Adian Husaini dalam makalah Islam Liberal dan Misinya menukil dari Greg Barton, Sabili no. 15: 88). Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: "Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama" (Nurcholis Madjid: 239) Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya. Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis la'natullâh 'alaih. (Ali Ibn Abi aI-'Izz: 395) Karena itu JIL bisa diplesetkan dengan "Jalan Iblis Laknat". Sedangkan paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto ‘Render Unto The Caesar what The Caesar's and to the God what the God's’ (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). (Muhammad Imarah: 45) Karena itu ada yang mengatakan: "Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat". Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada Ibn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir'aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa 'alaihissalam. (Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230) 

 MISI FIRQAH LIBERAL

 Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya: menghancurkan) gerakan Islam fundamentalis (www.islamlib.com). Mereka menulis: ".......sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok- -kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif), plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis." Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima ciri-ciri, yaitu : Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan. Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon (Muhammad Imarah : 75) 

 AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL 

 Dalam tulisan berjudul "Empat Agenda Islam Yang Membebaskan", Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal: Pertama, agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja. Kedua, mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam. Ketiga, emansipasi wanita. Keempat kebebasan berpendapat (secara mutlak). Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat agenda mereka adalah: 1) pentingnya konstekstualisasi ijtihad, 2) komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, 3) penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, dan 4) permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI) 

 BAHAYA FIRQAH LIBERAL 

 1. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allâh Ta'âla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan Thaghut lainnya. 2. Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allâh Ta'âla berfirman: Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman (QS Al Hujurât/49: 11) 3. Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur'an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan "jalan baru" dalam menafsiri al-Qur'an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal. Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri li al-Qur'an menafsirkan ayat (فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا) dengan "maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya." (Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423) Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang saya khawatirkan atas umatku adalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur'an" Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kebinasaan umatku disebabkan oleh Al Kitab dan susu". Mereka bertanya, “Apakah Al Kitab dan susu itu?” Beliau menjawab, “Mereka mempelajari Al Qur’an lalu mentakwilkannya kepada sesuatu yang tidak Allâh inginkan dan mereka suka pada susu, lalu mereka meninggalkan shalat berjama’ah dan meninggalkan shalat Jum’at. Mereka melakukan (semua itu) dengan terang-terangan". Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur'an padahal merekalah yang mencampakkan Al- Qur'an. Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. Ibnu Mas'ud berkata: "Kalian akan mendapatkan satu kaum yang mengira, bahwa mereka mengajak kalian kepada Kitab Allâh, padahal mereka telah mencampakkannya di punggung mereka. Maka berpeganglah dengan ilmu. Jauhilah perbuatan yang mengada-ada (bid’ah), jauhilah memaksa-maksa dan ikutilah yang sudah ada (salaf)". (Lihat Ahmad Ibnu Umar al-Mahmashani: 388-389) 4. Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak orang Barat. 5. Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orangorang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam Liberal. Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allâh: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" (QS. An-Nisaa' : 115) 6. Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka mengaku sebagai "pembaharu" bahkan "super pembaharu" yaitu neo modernis. Allâh berfirman (yang artinya): Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman," mereka menjawab, "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman." Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al- Baqarah 11-13) 7. Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki. 8. Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid'ah dan setiap bid'ah pasti memecah belah. 9. Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup. 10. Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga gagasannya terkesan "asbun" dan asal "comot" Lihat saja buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi Revivalis) itupun dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin. "Barangsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam. (HR. Bukhari dan Muslim) (Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya) Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allâh Ta'âla berfirman (yang artinya): "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allâh itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar". (QS Al-Anfâl/8: 73) Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu "sederhana", tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. (lihat Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65). 

 MARAJI' 

 Arifin, Syamsul, Menakar Otentisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi al-Izz, Tahzdib Syarh at-Thahawiyah, Dar al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami' Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi; Tahqiq Hasan Ismail, Dar al-Khair, Beirut cet. I 1994. Al-'Uwaisyah, Hasan, Hashaid al-A Isum, Dar al- Hijrah. Husaini, Adian, Islam Liberal dan Misinya, makalah diskusi di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 1998. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka al-Kautsar cet II , 2002. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan, Mizan, Bandung cet. III/ 1996. Mu'adz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) al-Qur'an, Jurnal SALAM UMM Malang vol.3. No. 1/2000. Ridwan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX 25 Januari 2002. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Teriemahan Taufik Adnan, Mizan, Bandung 1987. Syaqfah, M. Fahd, AI-Tashawwuf Baina al-Haqqi wa al-Khalq, Dar al-Salafiyah cet. III 1983. Watt, William M, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet. I 1997. Zunaidi, Abd Rabman, Al-.Salafiyah wa Qadhaya al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet. I 1998. (Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI)