HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Jumat, 09 November 2012

Bahaya Firqah Liberal 
 (Oleh: Abu Hamzah Agus Hasan Bashari) 
 Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allâh Ta'âla kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Ta'âla : Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allâh sebagai saksi. (QS Al-Fath/48: 28) Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS Al Anbiyaa'/ 21:107) Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam. (QS Ali 'Imran/3:19) Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ia termasuk Al-Jama'ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ia termasuk firqah-firqah yang halikah (kelompok yang binasa). Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul "Pemikiran Politik Barat" Ahmad Suhelani, MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio-Kultural dan Politik Masyarakat. (Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no. 15 Thn IX/81) Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang "pas" dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam dipakai untuk nama kelompok mereka sebagai pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haqq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan Allâh Ta'âla dan yang disampaikan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Sejatinya yang mereka suarakan adalah bid'ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. 

 SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL 
 Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani (Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal) tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada al-Qur'an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal melalui Syah Waliyullâh (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi'ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar. Ide ini terus bergulir. Rifa'ah Rafi' at-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. (Charless Kurzman: xx-xxiii) Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ia membuka suatu college (sekolah) yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme. (William Montgomery Waft: 132) Di Mesir muncullâh M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu'tazilah. Dia berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865- 1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullâh (1926-1997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur'an hanyalah sistem demokrasi, tidak yang lain.(Charless: xxi,l8) Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-Quran model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. (Mu'adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur'an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143) Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur'an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur'an adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan. (Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143) Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid. (Adian Husaini dalam makalah Islam Liberal dan Misinya menukil dari Greg Barton, Sabili no. 15: 88). Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: "Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama" (Nurcholis Madjid: 239) Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya. Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis la'natullâh 'alaih. (Ali Ibn Abi aI-'Izz: 395) Karena itu JIL bisa diplesetkan dengan "Jalan Iblis Laknat". Sedangkan paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto ‘Render Unto The Caesar what The Caesar's and to the God what the God's’ (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). (Muhammad Imarah: 45) Karena itu ada yang mengatakan: "Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat". Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada Ibn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir'aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa 'alaihissalam. (Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230) 

 MISI FIRQAH LIBERAL

 Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya: menghancurkan) gerakan Islam fundamentalis (www.islamlib.com). Mereka menulis: ".......sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok- -kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif), plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis." Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima ciri-ciri, yaitu : Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan. Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon (Muhammad Imarah : 75) 

 AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL 

 Dalam tulisan berjudul "Empat Agenda Islam Yang Membebaskan", Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal: Pertama, agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja. Kedua, mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam. Ketiga, emansipasi wanita. Keempat kebebasan berpendapat (secara mutlak). Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat agenda mereka adalah: 1) pentingnya konstekstualisasi ijtihad, 2) komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, 3) penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, dan 4) permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI) 

 BAHAYA FIRQAH LIBERAL 

 1. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allâh Ta'âla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan Thaghut lainnya. 2. Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allâh Ta'âla berfirman: Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman (QS Al Hujurât/49: 11) 3. Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur'an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan "jalan baru" dalam menafsiri al-Qur'an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal. Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri li al-Qur'an menafsirkan ayat (فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا) dengan "maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya." (Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423) Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang saya khawatirkan atas umatku adalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur'an" Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kebinasaan umatku disebabkan oleh Al Kitab dan susu". Mereka bertanya, “Apakah Al Kitab dan susu itu?” Beliau menjawab, “Mereka mempelajari Al Qur’an lalu mentakwilkannya kepada sesuatu yang tidak Allâh inginkan dan mereka suka pada susu, lalu mereka meninggalkan shalat berjama’ah dan meninggalkan shalat Jum’at. Mereka melakukan (semua itu) dengan terang-terangan". Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur'an padahal merekalah yang mencampakkan Al- Qur'an. Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. Ibnu Mas'ud berkata: "Kalian akan mendapatkan satu kaum yang mengira, bahwa mereka mengajak kalian kepada Kitab Allâh, padahal mereka telah mencampakkannya di punggung mereka. Maka berpeganglah dengan ilmu. Jauhilah perbuatan yang mengada-ada (bid’ah), jauhilah memaksa-maksa dan ikutilah yang sudah ada (salaf)". (Lihat Ahmad Ibnu Umar al-Mahmashani: 388-389) 4. Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak orang Barat. 5. Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orangorang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam Liberal. Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allâh: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" (QS. An-Nisaa' : 115) 6. Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka mengaku sebagai "pembaharu" bahkan "super pembaharu" yaitu neo modernis. Allâh berfirman (yang artinya): Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman," mereka menjawab, "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman." Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al- Baqarah 11-13) 7. Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki. 8. Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid'ah dan setiap bid'ah pasti memecah belah. 9. Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup. 10. Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga gagasannya terkesan "asbun" dan asal "comot" Lihat saja buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi Revivalis) itupun dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin. "Barangsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam. (HR. Bukhari dan Muslim) (Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya) Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allâh Ta'âla berfirman (yang artinya): "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allâh itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar". (QS Al-Anfâl/8: 73) Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu "sederhana", tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. (lihat Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65). 

 MARAJI' 

 Arifin, Syamsul, Menakar Otentisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi al-Izz, Tahzdib Syarh at-Thahawiyah, Dar al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami' Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi; Tahqiq Hasan Ismail, Dar al-Khair, Beirut cet. I 1994. Al-'Uwaisyah, Hasan, Hashaid al-A Isum, Dar al- Hijrah. Husaini, Adian, Islam Liberal dan Misinya, makalah diskusi di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 1998. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka al-Kautsar cet II , 2002. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan, Mizan, Bandung cet. III/ 1996. Mu'adz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) al-Qur'an, Jurnal SALAM UMM Malang vol.3. No. 1/2000. Ridwan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX 25 Januari 2002. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Teriemahan Taufik Adnan, Mizan, Bandung 1987. Syaqfah, M. Fahd, AI-Tashawwuf Baina al-Haqqi wa al-Khalq, Dar al-Salafiyah cet. III 1983. Watt, William M, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet. I 1997. Zunaidi, Abd Rabman, Al-.Salafiyah wa Qadhaya al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet. I 1998. (Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: